Sebatas Harapan

Jangan jadikan keinginan hanya menjadi sebatas harapan atau angan-angan yang tidak ada gunanya

Muhammad Farid Zia
Cerita kehidupanku

--

Tahun demi tahun Allah masih memberikan kesempatan untuk bertemu kembali dengan bulan Ramadan. Harapan demi harapan pun selalu tersimpan dalam hati. Pemikiran dalam otak sudah berkumpul dan berkata “Ingin rasanya dapat memaksimalkan setiap waktu di bulan ramadan ini dengan kebaikan”.

Namun, apalah arti sebuah gumaman pemikiran tanpa adanya aksi, usaha dan pengorbanan. Setiap tahun berharap dan setiap tahun pula harapan tersebut tidak pernah tercapai secara sempurna. Hanya menjadi sebatas angan-angan belaka saja. Sungguh ironi memang, menginginkan sesuatu tapi tidak mau mengeluarkan usaha ekstra. Susah kalo sudah punya sifat seperti ini.

Kebaikan tidaklah bisa didapatkan dengan badan yang santai dan berleha-leha

Semua hal di dunia ini butuh pengorbanan. Sesederhana mau buang air kecil atau buang hajat aja harus ada usahanya. Misalnya ketika kebelet buang hajat di tempat umum kadang harus usaha nyari tempat yang nyaman dan tentu ada tarif atau harga yang harus dibayar, minimal semurah 5–10 ribu sekali menunaikan hajatnya.

Jika hal kecil saja butuh usaha dan pengorbanan, bagaimana dengan hal yang lebih besar dalam hidup, sudah barang tentu butuh usaha dan pengorbanan yang lebih besar lagi. Ketika misalnya kamu mau menikah dengan wanita sholehah, agama dan akhlaknya baik. Tentu diri sendiri juga harus berusaha berbenah, entah itu memperbaiki agamanya dengan belajar ilmu agama yang benar, memperbaiki akhlak diri sendiri, memperbaiki ibadah, berusaha menjauhi maksiat, dsb.

Pada akhirnya semua butuh “aksi” dan pengorbanan. Bayangkan jika hal di atas hanya sebatas hayalan dan angan-angan belaka si pria, bisa dipastikan 99% kemungkinan dia akan gagal untuk bisa menikahi akwhat tersebut. Karena wanita baik-baik tentu akan berusaha mencari yang baik juga, bukan malah sebaliknya. Masalah utama kebanyakan manusia emang terkadang di angan-angannya saja yang terlalu besar, tapi aksinya tidak sebanding alias kecil dan minim sekali. Mungkin saja effort-nya hanya 20/100, which is itu kecil banget dari apa yang diinginkannya.

Begitupun jika kita berbicara tentang bulan ramadan. Dari awal sudah merencanakan kegiatan A sampai Z, tapi pada kenyataannya setelah masuk bulan ramadan beberapa hari saja, semangatnya sudah kendor lagi, males-malesan makin menjadi hal yang biasa. Begitulah mungkin siklus tahunan bulan ramadannya. Hal semacam ini harusnya membuat kita bertanya-tanya “Apakah betul kita merindukan kedatangan bulan ramadan ini setiap tahunnya? Atau hanya sebatas rindu(bohongan) untuk merayakan euforianya saja?” Mari kita renungkan secara pribadi saja.

Tapi, Alhamdulillahnya ramadan belum berakhir. Masih tersisa 4 sampai 5 hari lagi sebelum ia benar-benar meninggalkan kita, ini tentunya bukan waktu yang banyak. Namun, tidak ada salahnya untuk kita coba maksimalkan sebaik mungkin waktu-waktu di bulan ramadan yang tinggal beberapa hari tersebut. Saya pribadi selalu memegang erat hal ini.

Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya. (HR. Bukhari)

Jadi, tidak ada alasan untuk makin malas-malasan, kita sudah makin mendekati garis finish, harusnya badan ini semakin mempercepat dan memperkuat gerakannya dan berusaha menghilangkan segala macam bentuk distraksi atau halangan yang dapat membuatnya gagal menuju garis finish tersebut. Malam-malam di 10 hari terakhir ramadan masih ada, kita tidak tahu juga apakah malam lailatul qadr sudah terjadi apa belum, bisa saja Allah menaruhnya di sisa-sisa malam yang ada. So, jangan kasih kendor, lanjutkan sampai selesai.

Terakhir cuma mau bilang. Semoga banyak keinginan kita itu bukan sebatas angan-angan atau harapan yang tidak ada gunanya karena tidak disertai dengan aksi, perjuangan dan pengorbanan.

--

--

Muhammad Farid Zia
Cerita kehidupanku

🇮🇩 • /Frən(t) ˈend Software Engineer. Blog Writer. Likes to write about personal opinions.